Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kini telah rampung oleh Komisi X DPR RI. Perubahan ini bertujuan untuk memperkuat integrasi sistem pendidikan di Indonesia, dan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengelolaan pendidikan di seluruh negara.
Dengan metode omnibus law, berbagai aspek terkait pendidikan akan digabung menjadi satu kesatuan hukum. Ini mencakup Undang-Undang Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi dan Pesantren, yang kesemuanya akan mengalami penyesuaian untuk lebih sinkron.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan bahwa revisi ini sangat penting agar sistem pendidikan di Indonesia bisa berfungsi dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, ia menyebutkan bahwa peraturan ini akan memberi pengakuan yang lebih besar kepada pendidikan keagamaan, termasuk pesantren.
Relevansi Omnibus Law dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Metode omnibus law dalam revisi ini bukan hanya sekadar penggabungan, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan relevansi pendidikan nasional. Dengan mengintegrasikan berbagai undang-undang terkait, diharapkan ada keseragaman dalam kebijakan pendidikan yang dapat diterapkan di seluruh tingkatan.
Salah satu fokus utamanya adalah bagaimana pendidikan keagamaan, terutama pesantren, dapat diakomodasi lebih baik dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa lulusan lembaga keagamaan memiliki kesempatan yang sama di bidang pendidikan lebih lanjut maupun dunia kerja.
Hetifah juga menyampaikan bahwa akan ada bab khusus tentang pendidikan keagamaan dalam revisi UU Sisdiknas. Ini diharapkan dapat mendukung akreditasi dan pengembangan kurikulum pendidikan keagamaan, yang seringkali terabaikan dalam sistem pendidikan formal saat ini.
Pentingnya Dukungan Anggaran dan Mutu Pendidikan
Revisi UU Sisdiknas juga dirancang untuk menyediakan dukungan anggaran yang lebih baik bagi pendidikan keagamaan. Salah satu keuntungan dari perubahan ini adalah meningkatnya kualitas tenaga pendidik dan standardisasi infrastruktur pendidikan di pesantren.
Dengan adanya pengaturan yang lebih baik, lembaga pendidikan yang berbasis agama akan dapat beroperasi secara lebih efisien dan bertanggung jawab. Hal ini dikatakan Hetifah sebagai langkah untuk menjamin pendidikan yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga aman dan berkelanjutan.
Pendidikan keagamaan, menurut Hetifah, memiliki peranan krusial dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, perhatian yang lebih besar terhadap institusi pendidikan seperti pesantren diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan.
Musibah Sebagai Pengingat Pentingnya Infrastruktur Pendidikan
Pada kesempatan yang sama, Hetifah mengingatkan situasi tragis runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, sebagai momentum penting. Musibah ini harus menjadi pengingat bagi semua pihak mengenai pentingnya perhatian pemerintah terhadap sarana dan prasarana pendidikan keagamaan.
Menurutnya, revisi UU Sisdiknas adalah langkah konkret untuk mengatasi masalah seperti ini di masa depan. Ini menunjukkan keseriusan negara dalam menjamin keberlanjutan pendidikan pesantren dan lembaga pendidikan lainnya yang berbasis agama.
Melalui penguatan pendidikan keagamaan dalam UU Sisdiknas, diharapkan ada jaminan lebih besar bagi institusi-institusi tersebut untuk memenuhi standar pendidikan yang baik. Dengan demikian, keberadaan pesantren akan semakin diperkuat dan diakui dalam sistem pendidikan nasional.
Proses dan Harapan Implementasi RUU Sisdiknas
Wakil Ketua Komisi X DPR, Maria Yohana Esti Wijayanti, telah menegaskan bahwa revisi UU Sisdiknas telah rampung di tingkat internal Komisi X dan siap untuk diajukan ke badan legislasi. Di sinilah proses pendalaman dan pembahasan lebih lanjut akan dilakukan sebelum RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
Berdasarkan informasi yang disampaikan, revisi ini juga akan mencakup hal-hal penting lainnya. Misalnya, penyesuaian kurikulum dan kesejahteraan guru, serta penguatan program wajib belajar selama 13 tahun, yang kini menjadi salah satu fokus utama pemerintah.
UU Sisdiknas yang kini berusia lebih dari dua dekade ini memang perlu mengalami beberapa perubahan untuk mengikuti perkembangan zaman dan tantangan pendidikan kontemporer. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan memberikan masukan selama proses ini sangat dibutuhkan.