Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, baru-baru ini mengungkapkan dampak signifikan yang dihadapi Pemerintah Provinsi akibat kebijakan pemerintah pusat terkait pemangkasan transfer ke daerah (TKD) untuk tahun 2026. Akibat dari kebijakan ini, dana transfer yang akan diterima DKI Jakarta dipotong sekitar Rp15 triliun, memaksa Pemprov untuk menerima situasi yang tidak menguntungkan ini.
Pramono menyatakan bahwa Pemprov hanya akan menerima Rp11,15 triliun dari total anggaran APBD yang sebelumnya direncanakan sebesar Rp95,35 triliun, dan sekarang menjadi Rp79,06 triliun. Ia menegaskan bahwa Pemprov tidak memiliki pilihan lain selain melaksanakan keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Pramono menjelaskan bahwa penurunan dana ini tidak dapat dihindari. “Kita harus menjalankan apa yang menjadi keputusan pemerintah pusat,” tegasnya, mempertimbangkan waktu dan dampak bagi masyarakat Jakarta.
Dampak Pemangkasan Dana Terhadap Program Penting di DKI Jakarta
Pramono juga menjelaskan bahwa ia bersama dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, akan memimpin langsung penggunaan anggaran yang tersisa. Mereka meminta semua organisasi perangkat daerah untuk melakukan efisiensi agar anggaran dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
“Kami akan melakukan evaluasi menyeluruh dan menyaring kembali belanja-belanja yang tidak menjadi prioritas,” imbuhnya. Ini menunjukkan komitmen pemprov untuk tetap fokus pada kebutuhan masyarakat meskipun dalam kondisi anggaran yang lebih ketat.
Meskipun ada pemangkasan anggaran, Pramono memastikan bahwa program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Jakarta Unggul (KJMU) tidak akan terpengaruh. “KJP dan KJMU adalah landasan kita untuk membantu keluarga yang kurang beruntung,” tegasnya.
Pembahasan di DPRD Mengenai APBD 2026 yang Berpotensi Turun
Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin, juga menjelaskan bahwa dengan pemangkasan dana transfer ke daerah, nilai APBD DKI untuk 2026 berpotensi mengalami penurunan. Sebelumnya, DPRD dan Pemprov DKI telah menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD 2026.
Direncanakan, penerimaan transfer dari pemerintah pusat, termasuk dana bagi hasil dan alokasi umum, mencapai Rp26 triliun. Namun, dengan pemotongan ini, DKI hanya akan menerima Rp11 triliun, yang akan mengubah postur anggaran secara signifikan.
Khoirudin mengungkapkan bahwa perubahan drastis ini akan berdampak pada perencanaan keuangan yang telah dilakukan. “Kami telah membuat MoU untuk anggaran Rp95,3 triliun, kini kami harus beradaptasi dengan angka yang lebih rendah,” katanya.
Strategi Pemprov DKI dalam Menghadapi Penurunan APBD
Pramono juga menyinggung langkah-langkah efisiensi yang akan dilakukan, termasuk anggaran untuk perjalanan dinas. “Kami akan memprioritaskan belanja yang penting dan menunda belanja yang bukan prioritas,” ungkapnya saat memberikan keterangan di Balai Kota Jakarta.
Meski ada pemangkasan, program-program penting akan tetap dijaga. Pramono menegaskan bahwa KJP dan KJMU tidak akan terpengaruh dengan kebijakan ini, menunjukkan dedikasi pemerintah terhadap program sosial yang membantu masyarakat.
Pramono juga berkomitmen untuk mencari sumber dana alternatif guna membiayai pembangunan Jakarta. “Kami akan melirik opsi pendanaan kreatif untuk memastikan pembangunan tetap berlangsung tanpa terganggu,” jelasnya.
Menteri Keuangan sebelumnya juga memberikan penjelasan mengenai pemotongan dana yang terjadi. Ia mengindikasikan bahwa terdapat masalah penyelewengan dana yang menjadi alasannya untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah.
Keputusan ini tentunya menimbulkan tantangan besar bagi Pemprov DKI dalam merencanakan dan mengeksekusi berbagai program pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat Jakarta. Harapan tetap ada untuk dapat menjalankan program-program vital meskipun dalam batasan anggaran yang semakin ketat.