Di sisi lain, periset PRK BRIN, Dadang Suhenda, menjelaskan pandangan Islam mengenai kontrasepsi mantap. Mengingat bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengendalian jumlah penduduk, penting untuk memahami dimensi agama dalam hal ini.
Menurut data BPS, diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 284,4 juta jiwa. Data dari Kemendagri menunjukkan angka yang sedikit lebih tinggi, yaitu 286,7 juta jiwa, dengan 86,98 persen dari populasi tersebut merupakan pemeluk agama Islam.
Fakta tersebut menunjukkan pentingnya perspektif agama dalam menghadapi berbagai kebijakan publik, termasuk program keluarga berencana. Oleh karena itu, aspek seperti penerimaan masyarakat terhadap kontrasepsi sangat bergantung pada pemahaman agama dan norma-norma yang berlaku.
Kontribusi Agama Terhadap Kebijakan Keluarga Berencana di Indonesia
Secara umum, hukum program KB dalam Islam dapat dikategorikan sebagai mubah, alias diperbolehkan. Selama tujuan dari program tersebut adalah untuk perencanaan keluarga dan bukan untuk pembatasan permanen, maka hal ini dianggap dapat diterima.
Namun, dalam fatwa tahun 1979, dijelaskan bahwa vasektomi dianggap haram. Hal ini disebabkan vasektomi dianggap sebagai pemandulan permanen, yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam mengenai reproduksi.
Di sisi lain, ada alat kontrasepsi lain yang dipandang lebih akomodatif terhadap nilai-nilai agama. Untuk itu, penting mengedukasi masyarakat tentang opsi-opsi tersebut agar dapat dipilih dengan bijak.
Kendala dan Tantangan dalam Penerapan Kontrasepsi Mantap
Walaupun kontrasepsi mantap memiliki banyak keuntungan, aplikasi nyata di lapangan masih dihadapkan pada berbagai kendala. Salah satu masalah utama adalah rendahnya partisipasi pria dalam program ini dibandingkan dengan wanita.
Selain itu, stigma sosial dan pandangan negatif mengenai penggunaan kontrasepsi masih menjadi tantangan besar. Sering kali, pria enggan terlibat dalam program KB karena berbagai alasan yang tidak berdasar.
Kemudian, kontroversi politik juga sering kali mengaitkan masalah kontrasepsi dengan isu moral. Hal ini menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus, khususnya saat sosialisasi program dilakukan.
Solusi untuk Meningkatkan Penerimaan Kontrasepsi Mantap di Masyarakat
Pendidikan dan sosialisasi yang lebih efektif wajib dilakukan untuk mengubah stigma yang ada. Dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat, masyarakat dapat lebih membuka diri terhadap pemahaman baru tentang kontrasepsi.
Tidak hanya itu, meningkatkan pilihan kontrasepsi untuk pria bisa menjadi salah satu solusi praktis. Saat ini, masih terbatasnya opsi seperti pil KB pria atau implan menjadikan pilihan ini kurang menarik bagi mereka.
Biaya rekanalisasi yang mahal dan tidak tersedia dalam cakupan BPJS menjadi faktor lain yang harus diperhatikan. Menyediakan akses yang lebih baik dapat membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih baik untuk kesehatan reproduksi mereka.














