Insiden ledakan di SMAN 72, Jakarta Utara, pada Jumat siang, 7 November 2025, mengguncang komunitas sekolah saat siswa dan guru bersiap untuk melaksanakan salat Jumat. Kejadian ini menimbulkan kepanikan besar dan beberapa siswa mengalami luka-luka, sehingga menarik perhatian berbagai pihak mengenai penanganan trauma.
Peristiwa tragis ini menjadi sorotan banyak orang, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menggarisbawahi pentingnya dukungan psikologis bagi para siswa. Beberapa jam setelah ledakan, KPAI segera mengeluarkan pernyataan tentang perlunya penanganan trauma yang efektif dan menyeluruh bagi semua yang terlibat.
Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menekankan bahwa dukungan psikologis harus diberikan tidak hanya kepada siswa yang mengalami cedera fisik, tetapi juga bagi mereka yang menyaksikan atau sekadar mendengar ledakan tersebut. Ketidaknyamanan mental ini perlu diatasi agar tidak berkepanjangan.
Menurut Margaret, trauma healing harus diberikan dengan cara yang menyeluruh dan sistematis. “Dampak psikologis dari peristiwa traumatis dapat memengaruhi siapapun yang terpapar, terlepas dari apakah mereka mengalami cedera fisik atau tidak,” jelasnya lebih lanjut.
KPAI juga merekomendasikan agar penanganan trauma dikelola oleh psikolog yang telah tersertifikasi. Melibatkan pihak berkompeten seperti Himpunan Psikologi Indonesia (HIMSI) dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) adalah langkah penting yang harus dilakukan.
Pentingnya Penanganan Psikologis Pascakejadian Teror
Kejadian teror seperti ledakan di sekolah dapat meninggalkan dampak psikologis yang signifikan bagi siswa yang terlibat. Tidak jarang, anak-anak yang mengalami hal tersebut mengalami kecemasan, ketakutan, dan depresi dalam waktu yang lama setelah kejadian.
Oleh karena itu, dukungan psikologis yang tepat dan profesional sangatlah penting. Pendampingan dari psikolog dapat membantu siswa memahami perasaan mereka dan memberikan tempat aman untuk mengungkapkan ketakutan dan kekhawatiran mereka.
Pelibatan orang tua juga menjadi faktor penting dalam proses pemulihan. Keluarga yang memungkinkan adanya komunikasi terbuka akan membantu anak-anak merasa lebih aman serta mengurangi rasa cemas setelah peristiwa yang mengganggu tersebut.
Selain itu, sekolah juga memiliki peran sentral dalam memberikan dukungan kepada siswa. Dengan menyediakan sesi konseling dan kegiatan yang mendorong interaksi sosial, sekolah dapat membantu siswa beradaptasi kembali dengan lingkungan belajar mereka.
Pendidikan tentang manajemen stres dan rasa aman juga dapat diajarkan agar siswa lebih siap menghadapi situasi darurat di masa depan. Ini adalah langkah preventif yang sangat dibutuhkan agar kejadian serupa tidak menghancurkan mental anak-anak.
Dampak Psikologis Jangka Panjang yang Perlu Dikenali
Tanpa penanganan yang tepat, dampak psikologis dari kejadian seperti ledakan ini dapat berkepanjangan. Kecemasan berlebih, gangguan tidur, dan masalah konsentrasi bisa muncul dan mengganggu kehidupan sehari-hari siswa.
Ini dapat berujung pada penurunan prestasi akademis dan masalah sosial di lingkungan mereka. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini bahkan dapat berlanjut hingga masa dewasa, mengakibatkan masalah kesehatan mental yang lebih serius.
Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa respon terhadap trauma berbeda-beda pada setiap individu. Siswa mungkin tidak menunjukkan dampak psikologisnya secara langsung, yang membuat diperlukan observasi yang lebih dalam untuk mendeteksi tanda-tanda masalah.
Oleh karena itu, penting bagi pihak sekolah dan orang tua untuk terus memantau perubahan perilaku siswa pascakejadian. Kepekaan terhadap perubahan dalam emosi dan sikap mereka akan menjadi dasar untuk penanganan yang lebih baik.
Kesadaran akan pentingnya penanganan psikologis tidak hanya mencakup siswa yang langsung terdampak. Mereka yang hanya menyaksikan kejadian tersebut juga dapat mengalami efek serupa, meskipun dalam tingkat yang berbeda.
Tindakan Kolektif Melawan Trauma yang Dihasilkan dari Insiden
Kepedulian terhadap trauma yang dihasilkan dari kejadian seperti ledakan ini tidak dapat dilakukan sendiri. KPAI bersama dengan lembaga-lembaga terkait lainnya harus bersinergi dalam memberikan dukungan kepada para siswa dan orang tua.
Pihak kepolisian, psikolog, dan lembaga pemerintah juga harus bekerja sama untuk menciptakan program-program yang dapat membantu proses pemulihan. Melalui kegiatan yang melibatkan orang tua, anak-anak akan merasa lebih didukung dalam menghadapi ketakutan mereka.
Program intervensi yang melibatkan kegiatan kreatif juga bisa dijadikan alternatif untuk membantu mengalihkan pikiran siswa dari pengalaman traumatis. Seni, permainan, dan olahraga merupakan beberapa metode yang dapat membantu anak-anak dalam mengekspresikan emosi mereka.
Dalam hal ini, community building di sekolah juga harus diperkuat. Dengan menjalin rasa kebersamaan dan saling mendukung, siswa akan lebih mampu mengatasi masalah ini bersama-sama, menciptakan rasa aman dalam komunitas mereka.
Masyarakat juga berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan, baik di sekolah maupun di rumah. Melalui kolaborasi yang kuat, diharapkan anak-anak dapat melewati masa sulit ini dengan sebaik-baiknya dan kembali berfungsi dalam kehidupan sehari-hari mereka.














