Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP telah mengambil langkah penting dengan melaporkan Panitia Kerja (Panja) RUU terkait ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Mereka mengajukan laporan tersebut pada tanggal 17 November, menyoroti pelanggaran kode etik yang dianggap terjadi selama proses penyusunan undang-undang.
Masalah yang diangkat oleh koalisi adalah kurangnya partisipasi publik dalam proses penyusunan RKUHAP. Mereka juga mengklaim bahwa nama koalisi mereka dicatut tanpa izin dalam dokumen RUU tersebut.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan, mengkonfirmasi bahwa sebelas anggota Panja yang terdiri dari unsur DPR dilaporkan terkait pembahasan RKUHAP. Ia menegaskan bahwa kepentingan masyarakat sipil tidak diakomodasi dengan baik dalam proses tersebut.
Proses Penyusunan RKUHAP yang Dipermasalahkan oleh Koalisi
Penyusunan RKUHAP telah menimbulkan kritik tajam dari berbagai pihak. Koalisi menyatakan bahwa proses tersebut tidak transparan dan tidak melibatkan banyak pemangku kepentingan. Dalam audiensi yang mereka hadiri, mereka hanya mampu memberikan masukan tanpa adanya pengaruh yang signifikan terhadap substansi RUU.
Fadhil menjabarkan bahwa mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan masukan secara mendalam. Proses yang seharusnya melibatkan diskusi publik itu, justru berubah menjadi agenda rapat dengar pendapat umum tanpa komunikasi yang jelas.
Kritik ini semakin menguat karena laporan dilakukan setelah proses pembahasan RUU mencapai tahap finalisasi. Hal ini memicu pertanyaan tentang komitmen nyata untuk melibatkan masyarakat sipil dalam pengambilan keputusan.
Reaksi dari Anggota DPR terhadap Laporan Koalisi
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, memberikan tanggapan terkait laporan yang diajukan oleh koalisi. Ia mengaku heran dan mempertanyakan mengapa klaim pencatutan baru muncul setelah pengesahan RKUHAP di tingkat pertama. Menurutnya, seharusnya kritik disampaikan secara konstruktif selama proses pembahasan berlangsung.
Habib menegaskan bahwa Panja telah berusaha mengakomodasi pendapat masyarakat. Ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak melakukan praktik pencatutan yang dituduhkan, melainkan membuka ruang bagi masukan dari berbagai pihak.
Reaksi ini menunjukkan adanya ketegangan antara DPR dan koalisi masyarakat sipil, di mana masing-masing memiliki pandangannya sendiri mengenai proses legislasi yang ideal. Namun, dialog yang konstruktif diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik.
Pentingnya Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi
Partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang merupakan aspek penting yang seharusnya tidak diabaikan. Tanpa adanya partisipasi yang nyata, keinginan untuk menciptakan regulasi yang adil dan merata akan sulit terwujud. Oleh karena itu, kritik terhadap kurangnya keterlibatan masyarakat sipil patut mendapat perhatian serius.
Proses legislasi yang inklusif akan membawa berbagai perspektif yang dapat memperkaya substansi RUU. Keterlibatan masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai kontrol sosial, tetapi juga untuk memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.
Tanpa adanya mekanisme yang efektif untuk melibatkan masyarakat, kemungkinan terjadinya alienasi antara legislator dan publik akan semakin besar. Hal ini dapat mengarah pada geringnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.














