Seorang turis asal Amerika Serikat baru-baru ini menjadi sorotan setelah dideportasi oleh pihak Imigrasi Ngurah Rai, Bali, pada tanggal 18 September 2025. Turis perempuan berinisial JRG, berusia 44 tahun, ditemukan melakukan penyalahgunaan izin tinggalnya dengan menyelenggarakan kelas retreat yang tidak sesuai dengan tujuan kunjungannya.
Menurut keterangan pihak Imigrasi, JRG tiba di Bali pada 4 September 2025 dengan menggunakan visa on arrival yang seharusnya dipergunakan untuk tujuan wisata. Namun, dalam beberapa hari setelah kedatangannya, terungkap bahwa ia mengadakan kelas khusus yang bernama Intimacy Mastery Retreat di sebuah vila di daerah Seminyak.
Pihak Imigrasi mengungkapkan bahwa informasi mengenai kegiatan ilegal tersebut diperoleh dari laporan masyarakat setempat. Setelah itu, tim intelijen melakukan pengawasan terhadap aktivitas JRG melalui media sosial dan menemukan berbagai detail mengenai kelas yang ia tawarkan.
Kegiatan Retreat yang Kontroversial dan Berisiko
Kelas yang diselenggarakan oleh JRG berlangsung dari tanggal 4 hingga 8 September 2025 dan menargetkan peserta yang tertarik pada praktik hubungan intim. Biaya untuk mengikuti retreat ini sangat tinggi, mencapai USD 6.997 atau sekitar Rp116 juta per orang, menarik perhatian peserta dari berbagai negara.
Selama pengawasan, pihak berwenang juga menemukan berbagai foto yang menunjukkan perlengkapan khusus yang digunakan dalam kegiatan tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas tersebut berfokus pada aspek seksual yang bisa melanggar hukum di Indonesia.
Sikap tegas Imigrasi terhadap kegiatan semacam ini mencerminkan komitmen mereka dalam menegakkan aturan wisata dan mencegah penyalahgunaan izin tinggal. Ini bukan pertama kalinya, sebelumnya sudah banyak kasus serupa yang menyebabkan tindakan deportasi terhadap wisatawan.
Penanganan Kasus Melalui Intelijen Imigrasi
Setelah mendapati aktivitas mencurigakan dari JRG, Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, yang dikenal sebagai Inteldakim, mulai melakukan pemantauan terhadapnya. Mereka menggunakan teknologi siber untuk menelusuri informasi yang tersedia di dunia maya terkait kelas yang ditawarkan.
Selama proses pengawasan, Tim Intelijen menemukan bahwa banyak orang yang mendaftar untuk mengikuti kelas tersebut. Dengan berkembangnya media sosial, informasi tentang retreat semacam ini dapat tersebar dengan cepat, menarik kelompok orang yang memiliki minat serupa.
Pihak Imigrasi menilai bahwa tindakan JRG dapat merusak citra pariwisata Bali yang terkenal dengan keindahan alamnya dan budaya lokal yang kaya. Oleh karena itu, upaya pengawasan yang dilakukan merupakan langkah preventif untuk menjaga integritas dan reputasi daerah pariwisata tersebut.
Implikasi Sosial dan Hukum dari Tindakan Ini
Kasus ini menunjukkan pentingnya kesadaran terhadap hukum dan peraturan yang berlaku di negara lain. Banyak turis seringkali tidak menyadari bahwa aktivitas tertentu yang dianggap normal di negara mereka bisa jadi melanggar hukum di negara yang mereka kunjungi.
Dari sudut pandang sosial, kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan antara kebebasan individu dan norma masyarakat setempat. Kelas yang diadakan JRG bisa mengundang berbagai reaksi, terutama dari masyarakat lokal yang memiliki pandangan konservatif terkait aktivitas seksual.
Melihat konsekuensi dari kegiatan JRG, pihak berwenang menekankan pentingnya pengertian dan kepatuhan terhadap budaya dan hukum setempat. Tindakan pencegahan diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terulangnya insiden serupa yang dapat merugikan citra Indonesia sebagai destinasi wisata.